Perempuan & Politik - Bagian 2
30 Mei 2022 03:05 WIB | dibaca 385

PEREMPUAN & POLITIK (Bagian 2)
Oleh : Hayati Nufus
Dr. Tafsir mengatakan bahwa politik mensyaratkan tiga hal yaitu isi kepala, jumlah kepala dan isi dompet.
Menurut penulis yang dimaksud isi kepala adalah kader cerdas yang memiliki ilmu dan gagasan untuk kemajuan umat dan negara dalam hal ini Muhammadiyah memiliki stok berlimpah. Jumlah kepala adalah jumlah pengikut yang banyak dan solid dalam memperjuangkan kader-kader Muhammadiyah untuk duduk di lembaga- lembaga stratetegis negara baik di tataran eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Bila hal ini dapat diwujudkan maka tugas Muhammadiyah membangun umat dan negara akan lebih mudah dilakukan, sayangnya dalam hal ini Muhammadiyah masih kekurangan kader.
Isi dompet adalah lambang kesejahteraan ekonomi yang harus menjadi konsen penting pergerakan Muhammadiyah untuk dikuasai setelah bidang pendidikan, kesehatan dan sosial. Kita harus jujur mengakui bahwa ranah ekonomi belum tergarap maksimal oleh kita sebagai kader Muhammadiyah sehingga kita tertinggal jauh dari kalangan minoritas yang sejak negara ini belum merdeka sudah menekuni bidang ini, padahal penguasaan ranah ekonomi sangat berpengaruh pada perolehan income dan ketebalan isi dompet kita .
Hal yang menjadi keprihatinan ketua PWM sebagai autokritik untuk kita adalah ketika berbicara tentang SDM. Menurut beliau Muhammadiyah adalah gerakan tajdid yang membutuhkan ulama-ulama yang mahir membaca kitab kuning. Saat ini kita kekurangan kader tersebut. Penguasaan SDM kita pada ilmu alat seperti sorof dan nahwu sangat rendah, padahal itu adalah syarat utama untuk mampu menguasai khazanah klasik ( kitab-kitab kuning). Untuk itu selain semangat membangun pondok tahfidzul Quran Muhammadiyah pun perlu memperbanyak pondok yang konsentrasinya pada pendalaman bahasa arab dan penguasaan ilmu alat, agar tidak kesulitan mencari kader yang pandai membaca literatur klasik karya ulama terdahulu.
Rosulullah hanya butuh waktu 23 tahun untuk menjadikan dakwahnya menyebar dan terterima di seantero jazirah Arab, waktu yang relatif singkat untuk mengubah sebuah tatanan masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat tamadun( berperadaban). Penulis bukan ingin membandingkan apa yang sudah diubah nabi pada masyarakatnya dengan gerakan Muhammadiyah yang sudah berumur 110 tahun di republik ini, namun tidak ada salahnya kita melontarkan pertanyaan reflektif yaitu apakah dakwah Muhammadiyah sudah mampu mewarnai negri ini dari Sabang sampai Meurauke? Pertanyaan ini semoga menjadi bahan kontemplasi bagi kita untuk mereposisi diri dan mengupayakan agar kerja dakwah semakin efektif dan menyentuh masyarakat lebih masif lagi. Menurut penulis jika kita mampu membangun chemistry dengan politik( kekuasaan) dan menjadikan politik sebagai patron dakwah maka sesungguhnya kita sedang membuka jalan pintas yang paling cepat dan murah untuk mewujudkan cita- cita Muhammadiyah yaitu terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT. Wallahu A' lam.
_________
(Tulisan ini bersumber dari hasil webinar peran politik perempuan di masa covid-19 tanggal 26 Mei 2022 di Auditorium Moh Djazman UMS)
Karanganyar, 28 Sawal 1443 H
Redaktur : LPPA PDA Karanganyar